27 March 2007

Di Pojokan Ruang makan

Ini adalah satu cerita, tentang satu motivasi yg didpt dari obrolan saya dengan satu orang teman dengan masing-2 satu piring ( pas lunch gt ) di satu ruangan makan di suatu kantor.Dari awal berbicara tentang Pulau Bali sampai ngelantur yg macem2 tentang kisah muda dia dulu.
Beliau bercerita bahwa dulu pas awal-2 merid, ya seperti bujangan laenya sih, mikir gimana bisa hidup dan menghidupi anak istri, mo dijadikan kek gmn keluarga saya, dsb...dsb.....
Nah, pas beliau menjadi seorang pegawai kecil disuatu perusahaan besar, beliau mulai berbenah hidup bersama istri tersayang. Saat itu beliau sedang bekerja di kota sejuk, yaitu Bandung. Dalam berbenah rumah tangganya, beliau juga sempet tertarik dengan asuransi-asuransi yg diharapkan bakal memperlancar hidupnya dijangka panjang nanti. Kemudian...... sebelum sempat ngambil asuransi yg ditawarkan, beliau mengambil kreditan rumah seharga 7 juta (saat itu ) sehingga segala asuransi yg beliau rencanakan dibatalkan dulu. Kebetulan, pas cicilan rumah udah habis, beliau pindah kerja ke kota lain sehingga mau ngga mau rumah yg dengan susah payah dia cicil akhirnya beliau jual. Pada saat itu beliau berhasil menjual rumah tsb dengan harga 30 juta.
Berbekal hal tsb, akhirnya beliau mengalihkan pikiran rencana jangka panjang hdpnya, dari awal ingin mengambil asuransi beralih menjadi membeli rumah atau tanah untuk kehidupan jangka tertentu dan jangka panjangnya. Beliau berpikir gini : "Untuk anak-anak saya bersekolah sampai kuliah atau tamat nanti, misalnya Jika saya mengambil asuransi dengan total biaya 100juta dengan premi sekian-sekian/bulan untuk beberapa tahun kemudian, maka kenapa enggak saya pakai saja uang bayar premi tsb untuk mencicil tanah atau rumah ? Padahal jikasaja kebetulan saya waktu itu ngga bisa
nyicil premi, akan hangus pula uang yg sebelumnya saya setor. Seperti yg terjadi sekarang ini, saya ambil perumhan di Purwokerto dulu seharga 80juta secara kredit untuk anak saya si A. Dan sekarang ??? begitu 6 bulan kemudian anak saya butuh uang buat kuliah dengan total estimasi biaya sampai dia lulus nanti ialah sekian-sekian-sekian, ternyata kemudian saya jual rumah tsb bisa seharga 170jt sehingga tidak saja anak saya bisa kuliah tapi sekalian membeli mobil buat dia walau bukan mobil yg mahal. Jadi setiap anak diusahakan sudah ada plot tersendiri. Dengan keuntungan saya yg begitu luamayn banyak, kamu jangan nganggep saya punya duit banyak plus rumah dimana-manaa, tapi bagaimana ber-invest dari yg awalnya sedikit sehingga bisa untuk menjamin anak-anak kamu kelak "
Begitulah....kisah beliau diilhami justru oleh kejadian awal beliau dipindah lokasi kerja ke tempat yg jauuuhhhhh........
( sekarang beliau selain menjadi pegawai, selalu termotivasi untuk menjadi broker tanah yg dalam 6 bulan saja sekali njual bisa sampe laba 50-80 juta )

Kemudian, bagaimana menurut anda ???? Enaknya asuransi apa mbeli tanah/rumah ??? hehehehehe.......... silahkan anda bandingkan antara pendapatan kita dari suransi untuk beberapa tahun kemudian dengan peningkatan nilai harga tanah / rumah dengan beberapa tahun kemudian ( dengan kesamaan jumlah tahun )

Tips : pemikiran broker tanah/rumah tentu saja tidak hanya asal beli, banyak pertimbangan-2 laen seperti letak rumah / perumahan, lokasi penduduk sekitar ( misal org lagi butuh duit, biasanya mereka jual murah, rata-rata sih diperumahan pensiun/purnawirawan yg biasanya butuh duit buat nyekolahin anak )

Okeh.... cerita diatas hanyalah sekedar cerita saja, tanpa maksud apa-apa, apalagi ngajak hal yg berbau negatip ( lha wong saya aja wangi kok ! )

04 March 2007

seadanya itu bisa !!!!

Bila kita pernah ber-ujar, Dia-lah Allah Maha segala-galanya, semua dalam hidup ini adalah tentang-Nya, bahkah disetiap sisi kecil hidup kita. Tapi, benarkah kita sudah menerapkanya disetiap jengkal alam kehidupan kita ??? Baik kita manusia sebagai sisi individu, sisi sosial dgn masyarakat maupun org lain, bahkan kehidupan kita dengan pasangan hidup kita ??? Sudahkah segalanya mengacu dengan kuat kepada-Nya ???
Pertanyaan yg sedikit tapi butuh perenungan lebih dalam tentunya.
Contoh kecil : Pas waktu sholat ada sinteron bagus, milih ngeliat sinetron dulu dan menunda sholat ?? atau menyegerakan sholat ??? dsb...dsb....
Tapi( menurut saya ), jika kita renungkan saja, memikirkanya terus, maka kita tidaklebihlah hanya "abang-abang lambe" karena ilmu yg sedikit tapi diterapkan dan diamalkan tentu lebih baik dari ilmu selangit tingginya tapi tidak ada dalam penerapan kehidupan sosok yg bersangkutan.
Jadi, kenapa tidak kita sederhanakan saja dengan "hanya" melakukan sesuatu yg jelas tuntunan-Nya, tentu saja dengan ikhlas lahir batin, legowo alias lapang dada tanpa banyak pikir dan pertanyaan. Sebab, terkadang kita justru dipedaya oleh sesuatu hal yg kita buat rumit sendiri. Ada beberapa kasus yg lebih baik kita lakukan tanpa begitu rumit mempertanyakan segalanya. Saya masih salut sama satu cerita nenek tua, dimana dia enggak punya siapa-siapa, tetapi dia begitu rajin menyapu halaman suatu masjid, setiap hari dipagi dan sore-nya ( tanpa bayaran sepeserpun ). Bahkan mas yg takmir masjid mau menyumbang uang lelah untuk si nenek, beliau tetep keukeuh enggak mau. Ketika ada seseorang yg tertarik dan menanyakan-nya, maka sungguh indah dan sangat tidak kita nyana jawaban si nenek tadi, yaitu " Nak, mbah itu sudah tua, mbah juga miskin, ngga punya apa-apa buat ngumpulkan bekal ke akherat nanti, ngga punya uang buat ngamal, ngga bisa kayak orang lain yg ngumpulkan zakat dan berkorban. Ya ini sajalah yg bisa mbah lakukan. Bagi Mbah, membersihkan rumah Allah tentu saja membuat nyaman org lain beribadah, dan disetiap ayunan sapu lidi ini, mbah banyak-banyak dzikir, Mbah cuma bisa melakukan ini dan berharap semoga Allah bisa ridho dengan keterbatasan Mbah beribadah "
Nah, bukankah beribadah bisa kita lakukan dengan segala kesederhanaan dan ke-seada-nya hidup kita ?? Mungkin yg perlu kita pertanyakan ialah adanya kemauan dan tekad kita saja.........

Quote of d day :
"Alangkah indahnya mahkota, tetapi lebih indah jika ada dikepala sang Raja. Alagkah indahnya mutiara perhiasan tetapi lebih indah jika ia menghias leher si gadis. Alangkah indahnya nasihat dan pelajaran, tetapi lebih indah bila disampaikan oleh seorang alim yg saleh lagi bertakwa" ( wiseman )